belajarku

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pada beberapa dekade terakhir sampai pada abad millennium ini, kita bisa melihat betapa pendidikan di Indonesia seperti “mati suri” akan nilai-nilai yang menjadi budaya bangsa timur yang cenderung untuk mengedepankan nilai-nilai moralitas, etika masyarakat yang berbudi luhur, serta menjunjung tinggi nilai-nilai dari agama (religius) sesuai dengan jati diri dan kepribadian bangsa. Kita bisa melihat pada akhir-akhir ini para generasi muda, khususnya para pelajar yang sedang terjangkiti penyakit “dekadensi moral” seperti kekerasan atau tawuran antar pelajaran, pemerkosaan, hamil diluar nikah, pengunaan obat terlarang, minum-minuman keras, perkelahian dan lain sebagainya seolah-olah sudah menjadi hal yang biasa. Hal inilah menjadikan bangsa Indonesia pada hari ini terasa seperti tercerabut dari akar budaya bangsa sendiri.
Kejadian-kejadian semua itu seolah hanya menjadi sebuah tontonan bagi masyarakat dan rakyat bangsa Indonesia. Mengapa semua itu bisa terjadi? Padahal kita semua tahu bahwa dahulu bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang ramah-tamah, religius, suka gotong royong, suka bertoleransi, suka hidup dalam kedamaian dan kerukunan serta mempunyai budaya yang luhur, yang tentunya hal ini menjadi sebuah fenomena pendidikan bangsa Indonesia yang harus segera diatasi.
Melihat kenyataan-kenyataan tersebut, kita bisa mencermati betapa besar dan tingginya pelanggaran pada nilai-nilai yang terkandung dalam Bangsa ini. Hal ini diperparah lagi oleh tindakan-tindakan yang sangat tidak etis yang dipertontonkan oleh para oknum pejabat dan tokoh masyarakat yang hampir tersebar keseluruh aspek dan sendi-sendi kehidupan, seperti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), yang menjadikan runhtuhnya harga dan martabat bangsa Indonesia.
Lebih tragisnya, kasus korupsi terbesar di Indonesisa justru berada di Department Pendidikan (DIKNAS) dan Department Agama (DEPAG) yang notabene adalah lembaga negara tempatnya orang-orang yang berpendidikan tingkat tinggi dan para tokoh agama (paling faham terhadap agama). Tetapi yang terjadi malah sebaliknya, bahwa lembaga tersebut tidak lebih hanya menjadi sarangnya para penyamun, para penjahat Negara, pemakan harta rakyat, yang seharusnya diberdayakan untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.
Hal ini menunjukkan indikasi bahwa pendidikan yang berlangsung selama ini belum memberikan hasil yang optimal dan sesuai dengan sasaran atau bisa dibilang inilah akibat kegagalan dari sector pendidikan dalam penyadaran nilai-nilai secara bermakna dalam kehidupan. Nilai-nilai luhur dan universal yang ditanamkan dan disosialisasikan di sekolah-sekolah tampaknya belum menjadi karakter yang mempribadi atau menginternalisasi pada diri peserta didik.
Salah satu penyebab rendahnya mutu sumber daya manusia (SDM) Indonesia setidaknya diakibatkan oleh adanya pergeseran makna secara subtantif dari pendidikan ke pengajaran. Maka yang terjadi adalah pendidikan yang syarat akan muatan nilai-nilai moral bergeser pada pemaknaan pengajaran yang berkonotasi sebagai transfer pengetahuan an sich. Lebih ironis lagi, sinyalemen itu sering terjadi justru dalam mata pelajaran yang berlabelkan agama ataupun pendidikan moral, yang dulu bernama Pendidikan Moral Pancasila (PMP) sekarang menjadi Pendidikan Kewarganegaraan atau PPKn yang tentunya syarat akan muatan nilai, moral dan norma. Sepertinya tidak sulit kita menemukan pada dua mata pelajaran tersebut pengukuran aspek kognitif berlangsung seperti halnya pada mata pelajaran lainya seperti saintek atau IPA.
Diakui atau tidak, bahwa ternyata ilmu dan tekhnologi tidak mampu memberikan makna peningkatan kecerdasan yang sebenarnya, kalau tidak disertai dengan nilai yang kokoh. Untuk itu, disinilah pentingnya pendidikan yang sarat nilai diberikan sejak dini di keluarga dan sekolah, agar mereka mempunyai kesadaran nilai yang tinggi yang pada gilirannya dapat memotivasi atau bisa memberi stimulus bagi mereka untuk berprilaku yang lebih baik sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan ketuhanan. Kematangan secara moral menjadikan seseorang mampu memperjelas dan menentukan sikap terhadap subtansi nilai dan norma, demikian pula pembuktian akan jati diri dan totalitas suatu bangsa tidak terlepas dari kematangan moral yang dimiliki.
Perlu diketahui, pada dasawarsa terakhir ini terjadi kecenderungan baru di dunia yaitu tumbuhnya (kembali) kesadaran nilai. Kecenderungan ini terjadi secara global yang dapat digambarkan sebagai sebuah titik balik dalam peradaban manusia. Dimana-mana orang berbicara tentang nilai dan dalam banyak kesempatan tema-tema tentang nilai atau yang terkait dengan nilai dibahas. Bahkan untuk bidang yang sebelumnya dianggap “bebas nilai” (Value-free) sekalipun, kedudukan dan peran nilai makin banyak diangkat. Misalnya, orang sekarang hampir tidak pernah lagi berbicara tentang sains yang bebas nilai. Bahkan dikalangan saintis sendiri, dalam pengertian ilmu-ilmu alam, sekarang mulai ada rasa malu untuk berbicara tentang ilmu yang bebas nilai –sesuatu yang hingga tahun 1970-an masih sering diungkapkan.
Sementara itu, selama dua dasawarsa terakhir, para ahli pendidikan sains mengembangkan teori-teori dan pendekatan yang menghubungkan pendidikan sains dengan lingkungan yang dikenal dengan Sains, Tekhnologi, dan Masyarakat. Diantara strateginya adalah dengan memberikan muatan nilai pada sains, nilai dimaksud dapat berupa nilai budaya dan nilai etik-moral, termasuk nilai moral keagamaan. Hal ini disebabkan karena sains dan tekhnologi sebagai (penerapannya) mempunyai implikasi social dan moral yang luas.
Dekadensi moral yang terjadi dewasa ini sebenarnya juga disebabkan oleh masih kurang efektifnya pendidikan dalam arti luas (di rumah, di sekolah, di luar rumah dan sekolah). Pelaksanaan pendidikan yang sarat nilai dianggap belum mampu menyiapkan generasi muda bangsa menjadi warga negara yang lebih baik. Oleh karena itu, perlu dilakukan reposisi, reevaluasi, dan redefinisi pendidikan nilai. Keteladanan, keterpaduan, dan kesinambungan penyelenggaraan pendidikan nilai yang dilakukan orang tua di rumah (lingkungan), para guru di sekolah, para Pembina/instruktur/pelatih di luar sekolah dan di luar rumah (pendidikan informal, formal, nonformal); serta penyampaian materi yang didekati dengan metode-metode yang menyentuh totalitas emosional anak adalah merupakan prinsip-prinsip penting yang sangat perlu diperhatikan menuju terwujudnya kualitas karakter bangsa yang diharapkan.
Sasaran pembangunan pendidikan di Indonesia adalah untuk mewujudkan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, tangguh, sehat, cerdas, patriotic, berdisiplin, kreatif, produktif, dan professional demi tetap mantapnya budaya bangsa yang beradap, bermartabat, kehidupan yang harmonis dan pada nilai-nilai ketuhanan dan nilai-nilai kemanusiaan dalam proses pendidikan di sekolah. Namun, karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang mempunyai keberagaman atau majemuk dalam berbagai pengertian mulai etnis, ras, keagamaan, maka secara otomatis mempunyai kerangka nilai yang berbeda-beda. Sehingga relative sulit untuk menemukan dan mengembangkan nilai-nilai universal yang merupakan nilai bersama.
Walaupun demikian, pendidikan yang mempunyai nilai universal dalam masyarakat merupakan proses belajar terus-menerus bagi semua orang dan semua golongan. Sehingga pada kali ini penulis akan banyak memfokuskan pada pendidikan nilai dalam aspek agama (Islam) sesuai dengan bidang yang sedang ditekuni penulis dijurusan Pendidikan Islam, Sehingga ada sinergitas antara pendidikan nilai yang masih bersifat universal tersebut dengan pendidikan Islam.
Berbicara tentang Pendidikan Islam, kita tidak bisa melepaskan dari struktur bangunan Islam itu sendiri. Islam sendiri mempunyai kepentingan dan komitmen untuk menjadikan nilai-nilai tauhid sebagai landasan dan praktik dalam dunia pendidikan. Pendidikan yang mempunyai landasan tauhid ini adalah pendidikan yang mempunyai landasan kuat terhadap nilai ilahiayah (teologi) sebagai acuan normative-etis dan nilai-nilai insaniah dan alamiah sebagai acuan praksis.
Sehingga dari pandangan ini, tauhid tidak dijadikan sebagai “materi pelajaran” tetapi lebih sebagai system ataupun konsep yang mendasari keseluruhan system pendidikan Islam. Dengan kata lain tauhid akan menjadi basis yang melandasi keseluruhan aktivitas dari proses pendidikan Islam.
Karena subyek utama dalam pendidikan adalah manusia, maka dengan tauhid ini pendidikan hendak mengarahkan anak didik menjadi “manusia tauhid”, dalam arti manusia yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap Tuhannya dan menjaga hubungan baik dengan sesama dan lingkungannya. Oleh karena itu pendidikan Islam harus dibangun atas landasan yang kuat dan benar dari pandangan dunia tauhid.
Dalam makna lain, tujuan pendidikan Islam adalah proses sesuatu yang terikat oleh nilai-nilai ketuhanan (teistik) atau ketauhidan. Karena itu, pemaknaan pendidikan merupakan perpaduan antara keunggulan spiritual dengan cultural. Dengan demikian, budaya akan berkembang dengan berlandaskan nilai-nilai agama, yang mana pada gilirannya akan melahirkan hasil cipta, karya, rasa dan karsa manusia yang sadar akan nilai-nilai ilahiah (keimanan-ketauhidan).
Kesadaran tinggi akan keberagamaan yang mengkristal dalam pribadi orang yang beriman dan bertaqwa adalah wujud dari kepatuhannya terhadap Allah SWT. Kepatuhan ini dilandasi oleh keyakinan dalam diri seseorang mengenahi pentingnya seperangkat nilai religius yang dianut. Karena kepatuhan maka niat, ucapan, tindakan, perilaku dan tujuan senantiasa diupayakan berada dalam lingkup nilai-nilai yang diyakini. Apabila hal ini dikaitkan dengan pendidikan Islam maka akan mempunyai peran yang sangat signifikan dalam pencapaian tujuan dari pendidikan Islam.
Pandangan terhadap fenomena pendidikan di atas memberikan inspirasi pada penulis untuk lebih jauh mengungkap pendidikan yang sarat akan nilai-nilai luhur, karena sesuai dengan bidang yang sedang ditekuni oleh penulis adalah pendidikan Islam maka kajian tentang nilai ini kemudian dispesifikkan atau dikhususkan pada aspek nilai ketauhidan, yang sekaligus sebagai landasan dalam pengembangan pendidikan Islam. Sehingga penulis memberi judul penulisan ini dengan judul: “PENDIDIKAN BERBASIS KETAUHIDAN (Tela’ah Nilai Ketauhidan Dalam Praksis Pendidikan Islam)”

B. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas, maka focus masalah yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini sebagai berikut :
1. Bagaimana Konsep Tauhid dalam Islam?
2. Bagaimana Pendidikan Islam dalam Kerangka Tauhid?
3. Bagaimana Pendidikan Berbasis Ketauhidan dalam praksis pendidikan Islam?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan dalam penulisan ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum dan khusus. Tujuan secara umumnya adalah mengungkapkan konsep pendidikan yang berbasiskan tentang nilai-nilai ketauhidan dalam kerangka Pendidikan Islam.
Sedangkan tujuannya secara khusus adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui konsep ketauhidan sebagai upaya untuk memperkaya dan mengembangkan khazanah keilmuan dalam pendidikan Islam.
2. Untuk mengungkapkan Pendidikan Berbasis Ketauhidan sebagai upaya mengembangkan Pendidikan Islam.
3. Untuk mengungkap lebih jauh bagaimana Pendidikan Berbasis Ketauhidan jika diimplementasikan atau dipraksiskan dalam wadah pendidikan Islam.
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang diharapkan dari penulis berkaitan dengan penulisan skripsi ini, antara lain adalah:
1. Kajian tentang pendidikan berbasis ketauhidan ini bermaksud memberikan sumbangsih pemikiran terhadap dunia pendidikan terutama pendidikan Islam, yang berkaitan dengan upaya mengembalikan nilai-nilai religius dan nilai-nilai luhur bangsa, yang pada hari ini telah banyak tergantikan atau bahkan ditinggalkan oleh masyarakat (baca: kaum muslim).
2. Sebagai bahan referensi untuk meningkatkan mutu pendidikan sekaligus kualitas sumber daya manusia. Karena memang, pada hakekatnya pendidikan dirancang untuk mengembangkan potensi atau fitrah (keillahiahan) yang dimiliki manusia, sehingga sumberdaya manusia menjadi berkualitas secara jasmani dan rohani. Sebagai upaya penumbuhan fitrah illahiah peserta didik, maka diperlukan sebuah konsep pendidikan yang mampu merealisasikan fitrah yang telah ada tersebut, yaitu dengan konsep pendidikan nilai ketauhidan. Karena itu penulisan ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam pengembangan pendidikan Islam.
3. Diharapkan mempunyai arti kemasyarakatan khususnya bagi umat Islam dan dapat menjadi acuan untuk mengkritisi pemahaman kita tentang tauhid dan cara bertauhid yang kemudian disinergiskan dengan dunia pendidikan.
4. Diharapkan juga mampu memberikan inspirasi kepada para pemikir, praktisi dan seluruh pelaku pendidikan, dan terlebih khusus bagi para actor pendidikan Islam untuk lebih intensif dan massif dalam mengembangkan pendidikan Islam yang sampai hari ini bisa dikatakan belum begitu banyak mengalami perkembangan yang berarti, bahkan cenderung mengalami stagnasi dan kemunduran.
E. Definisi Operasional
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang arah penulisan skripsi ini ini, ada baiknya penulis menjelaskan terlebih dahulu kata kunci yang terdapat dalam pembahasan ini, sekaligus penggunaan secara operasional. Sesuai dengan judul penulisan “Pendidikan Berbasis Ketauhidan”, yang membahas tentang konsep ketauhidan dalam Islam, yang kemudian disinergiskan dengan pendidikan Islam itu sendiri.
Pengunaan istilah “Berbasis” yang dimaksud dalam skripsi ini adalah sebagai berikut, “berbasis” berasal kata dari kosa kata “basis” yang artinya azas, dasar, pokok dasar atau landasan, yang kemudian mendapatkan imbuhan “ber-” yang mempunyai makna memiliki. Jadi yang dimaksud “berbasis” dalam penulisan ini adalah pendidikan yang mempunyai azas atau dasar.
Sedangkan pemakaian istilah konsep didalam skripsi ini, dikarenakan konsep merupakan rancangan dasar, pemikiran dasar dari pandangan Islam mengenahi tauhid yang akan dijadikan basis dari sebuah pendidikan Islam. Sehingga penulis tidak memakai istilah doktrin atau teori, karena doktrin itu sendiri memiliki arti ajaran atau ilmu pengetahuan yang dianut dan dijadikan pegangan, dan biasanya bersifat memaksa dengan tujuan menjadi pegangan hidup. Adapaun teori merupakan rancangan yang sistematis dalam sub tertentu. Oleh karena itu, maka penulis memakai istilah konsep dalam skripsi ini. Kata ke-tauhidan-an adalah kata tauhid yang berimbuhan ke-an, kata tauhid berasal dari bahasa Arab wahhada-yuwahhidu-tawhidan tauhid sama dengan wahid yang berarti “satu” atau “esa” atau “tunggal”. Tauhid berarti menyakini bahwa Allah SWT adalah satu atau esa atau mengesakan Allah yang meliputi seluruh pengesaan. Tidak ada yang menyamaiNya, baik dalam zat-Nya maupun dalam perbuatan-Nya menciptakan alam semesta.
Tauhid, secara terminologis, mempunyai artian keesaan (berasal dari kata wahida yang berarti satu atau esa). Secara religius, tauhid mempunyai artian pengakuan atas keesaan Tuhan, keyakinan atas “kehadiran” peran Tuhan dalam semua ruang dan waktu dan pelaksanaan keyakinan tersebut dalam kehidupan praktis-nyata. Diskusi tauhid melampaui pembicaraan logis-rasional yang sering hanya mengambang pada tataran teori tanpa nilai karena tanpa diikuti eksistensi pelaksanaan praktis. Tauhid pun tidak hanya terbatas pada definisi serta perdebatan golongan filosof dan teolog, mengenai inti pokok ketuhanan dalam islam, tetapi tauhid lebih kepada keyakinan serta pengalaman religius yang mampu melingkupi wilayah transenden dan praktis sekaligus secara bersamaan tanpa adanya konflik.
Dalam konsep Islam tentang tauhid ini sebenarnya sudah terformulasi secara sederhana dalam kalimat lailaha illa Allah tiada illah (tuhan) kecuali Allah (Tuhan) atau yang lebih dikenal dengan shahadat, kalimat persaksian akan adanya Allah sebagai satu-satunya Tuhan.
Sedangkan yang dimaksud dari kata ketauhidan adalah nilai-nilai atau makna dari tauhid itu sendiri, jadi Pendidikan Berbasis Ketauhidan yang dimaksud disini adalah pendidikan yang mempunyai azas atau pokok dasar tentang nilai-nilai tauhid (ketauhidan). Yang dalam penulisan kali ini makna ketauhidan tidak hanya terfokus pada pembicaraan tentang Tuhan atau Allah (teologi) semata. Diskursus tentang ketauhidan ini akan banyak disingungkan dengan aspek kemanusiaan atau dalam aspek wilayah antropo-sosiologis dan kosmologisnya dengan tetap berpegangan pada makna dari tauhid sendiri yang berarti mengesakan Allah meliputi segala pengesaannya, kesatuan Tuhan dan kesatuan kebenaran.
F. Batasan Masalah
Agar tidak terjadi mis-undertansding atau salam pemahaman dalam memahami hasil dari penulisan ini nanti, maka penulis perlu untuk menjelaskan batasan pembahasannya. Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan mengungkapkan konsep tauhid yang mana didalamnya mencakup tentang nilai-nilai religius spiritual, religius-teistik (ketauhidan). Kemudian konsep tauhid disini akan disinergiskan dengan pendidikan Islam, yang didalamnya juga dilandasi oleh nilai ketauhidan.
Sehingga pada entri pointnya garapan dari penulisan ini adalah mengungkap bagaimana nilai ketauhidan (religius-spiritual) yang kemudian diejawentahkan dalam kehidupan manusia atau aspek kemanusian (antropo-sosiologis) dan sekaligus aspek kosmologisnya ini mampu memberi sebuah landasan yang kuat dalam dunia pendidikan Islam yang kemudian penulis sederhanakan dalam bahasa Pendidikan Berbasis Ketauhidan, dan akan sedikit banyak mengulas tentang implikasi yang diberikan pada dunia Pendidikan Islam.
Dari sini diharapkan bahwa nilai ketauhidan mampu memberi landasan yang kuat bagi seseorang (muslim) atau peserta didik dalam menjalani kehidupan sehari-harinya, yakni dengan menyesuaikan diri pada nilai-nilai iilahiah dan insaniahnya (tauhid secara luas).

G. Metode Penulisan
a. Metode Pembahasan
Metode adalah prosedur atau cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan tertentu. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah merujuk pada metode yang dikembangkan oleh Jujun Suriasumantri yaitu deskriptif analitis kritis. Menurut Suriasumantri, metode ini merupakan pengembangan dari metode deskriptif atau yang dikenal dengan sebutan deskriptif analitis, yang mendeskripsikan gagasan manusia tanpa suatu analisis yang bersifat kritis. Menurut Suriasumantri, metode ini kurang menonjolkan aspek kritis yang justru sangat penting dalam mengembangkan sintesis. Karena itu, menurut Jujun seharusnya yang lengkap adalah metode deskriptis analisis kritis atau disingkat menjadi analitis kritis.
Metode analitis kritis bertujuan untuk mengkaji gagasan primer mengenai suatu “ruang lingkup permasalahan” yang diperkaya oleh gagasan sekunder yang relevan. Adapun fokus penulisan analitis kritis adalah mendeskripsikan, membahas dan mengkritik gagasan primer yang selanjutnya “dikonfrontasikan” dengan gagasan primer yang lain dalam upaya melakukan studi berupa perbandingan, hubungan dan pengembangan model.
Melihat banyaknya metode yang dapat dipakai dalam pengkajian suatu ilmu, maka penulis hanya akan menggunakan beberapa metode yang relevan dengan pembahasan yang antara lain :
1. Metode Deduksi
Pengertian dari metode deduktif ialah cara berpikir yang berangkat dari pengetahuan atau hal-hal yang bersifat umum kemudian ditarik menuju hal-hal yang bersifat khusus. Sebagaimana dikatakan Sutrisno Hadi, adalah dengan deduksi kita berangkat dari pengetahuan yang bersifat umum, dan bertitik tolak dari pengetahuan umum itu, kita hendak memulai pekerjaan yang bersifat khusus.
2. Metode Induksi
Metode induksi yaitu suatu cara yang menuntun seseorang untuk hal-hal yang bersifat khusus menuju konklusi yang yang bersifat umum. Berpikir induktif, artinya berpikir yang berangkat dari fakta-fakta atau peristiwa yang bersifat khusus dan kongkrit, kemudian ditarik pada generalisasi yang bersifat umum.
3. Metode Deskriftif
Metode deskriftif adalah memaparkan keseluruhan data hasil penelitian yang diperoleh untuk dibahasakan secara rinci. Jadi, dengan metode ini diharapkan adanya kesatuan mutlak anatara bahasa dan pikiran. Pemahaman baru dapat menjadi mantap apabila dibahasakan. Pengertian yang dibahasakan menurut kekhususan dan kekongkritannya bisa menjadi terbukti bagi pemahaman umum.
4. Metode Komparasi
Metode komparasi yaitu suatu metode yang digunakan untuk membandingkan data-data yang ditarik kedalam konklusi baru. Komparasi sendiri berasal dari bahasa Inggris, yaitu compare, yang artinya membandingkan untuk menemukan persamaan dari dua konsep atau lebih. Dengan metode ini penulis bermaksud untuk menarik sebuah kongklusi dengan cara membandingkan ide-ide, pendapat-pendapat dan pengertian agar mengetahui persamaan dari ide dan perbedaan dari ide lainnya, kemudian dapat diambil kongklusi baru. Menurut Winarno Surahmad, bahwa metode komparatif adalah suatu penyelidikan yang dapat dilaksanakan dengan meneliti hubungan lebih dari satu fenomena yang sejenis dengan menunjukkan unsur-unsur persamaan dan unsur perbedaan. Dalam konteks ini peneliti banyak melakukan studi perbandingan antara satu teori dengan teori yang lain, atau studi gagasan dengan gagasan yang lain untuk disajikan suatu pemahaman baru yang lebih komprehensif.

b. Sumber Data
Sesuai dengan metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini, maka penulis akan akan mengambil dan menyusun data yang berasal dari beberapa pendapat pemikir pendidikan, baik yang berbentuk buku-buku, majalah, jurnal maupun artikel yang ada, serta ayat-ayat al-Qur’an yang relevan dengan pembahasan skripsi

c. Tehnik Pengumpulan Data
Sebelum penulis menjelaskan tehnik pengumpulan data dari penulisan ini, perlu diketahui bahwa penulisan ini bersifat kepustakaan (Library Reaseach). Karena bersifat Library Reasech maka dalam pengumpulan data penulis menggunakan tehnik dokumenter, artinya data dikumpulkan dari dokumen-dokumen, baik yang berbentuk buku, jurnal, majalah, artikel maupun karya ilmiah lainnya yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh penulis.

d. Tehnik Analisa Data
Analisa data merupakan tahap terpenting dari sebuah penulisan. Sebab pada tahap ini dapat dikerjakan dan dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga menghasilkan sebuah penyampaian yang benar-benar dapat digunakan untuk menjawab persoalan-persoalan yang telah dirumuskan. Secara definitif, analisa data merupakan proses pengorganisasian dan pengurutan data ke dalam pola kategori dan suatu uraian dasar, sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang dirumuskan oleh data.
Tehnik analisa pada tahap ini merupakan pengembangan dari metode analitis kritis. Adapun tehnik analisa dari penulisan ini adalah Content Analysis atau analisa isi, yakni pengolahan data dengan cara pemilahan tersendiri berkaitan dengan pembahasan dari beberapa gagasan atau pemikiran para tokoh pendidikan yang kemudian dideskripsikan, dibahas dan dikritik. Selanjutnya dikategorisasikan (dikelompokan) dengan data yang sejenis, dan dianalisa isinya secara kritis guna mendapatkan formulasi yang kongkrit dan memadai, sehingga pada akhirnya dijadikan sebagai langkah dalam mengambil kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah yang ada.
H. Sistematika Pembahasan
Untuk mendapatkan uraian secara jelas, maka penulis menyusun skripsi ini mnjadi lima bagian (bab), yang secara sistematis adalah sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan, dalam bab ini penulis akan mendeskripsikan secara umum dan menyeluruh tentang skripsi ini, yang dimulai dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan, dan manfaatnya, definisi operasional, batasan masalah, metode penulisan yang dibagi menjadi empat bagian yaitu metode pembahasan, sumber data, tehnik pengumpulan data, dan tehnik analisa data, serta terakhir adalah sistematika pembahasan.
Bab II :
Kajian konsep Tauhid, yang didalamnya tercakup dalam: Tauhid Dalam Kehidupan: Memaknai Tauhid; Tauhid Rububiyah, Tauhid Ulluhiyah, Tauhid Sebagai Pandangan Dunia. Tauhid Dan Semangat Ilmiah,. Konsepsi Tauhid Dan Pendidikan, disini akan memberikan langkah awal pada penulis dalam mengambarkan sebuah konsep Pendidikan Berbasis Ketauhidan yang akan dibahas pada bab selanjutnya.
Bab III :
Kajian tentang pendidikan Islam dalam kerangka tauhid, yang memang mendapatkan porsi paling banyak dalam penulisan ini, didalamnya mengupas tentang berbagai hal diantaranya adalah: Manusia dan Pendidikan dalam Perspektif Islam, disini membahas tentang Konsep Manusia Dalam Pandangan Islam, Haqeqat Penciptaan Manusia, Ikhwal Tentang Fitrah Manusia dan bagaimana Peran Manusia dan Pendidikan Dalam Setting Perubahan Sosial.
Pada pokok bahasan selanjutnya penulis akan banyak pengupas tentang Pendidikan Dalam Perspektif Islam, yang didalamnya mencakup tentang; Makna Pendidikan bagi Manusia, Memahami Istilah Pendidikan Islam, Dasar Pendidikan Islam, Tujuan Pendidikan Dalam Islam.
Pada sub pokok bahasan kedua penulis akan membahsa lebih jauh tentang pengembangan fitrah-tauhid dalam pendidikan yang didalamnya mencakup tentang; Pendidikan sebagai upaya Pengembangan Fitrah Manusia, dan Tauhid Sebagai Landasan Pendidikan
Pada sub pokok bahasan ketiga penulis akan memberikan gambaran umum tentang bagaimana Tauhid dijadikan sebagai kerangka pendidikan Islam, didalamnya akan membahas tentang; Pendidikan Berwawasan Ketauhidan-Humanis, Pendidikan Berbasis Ketauhidan yang didalamnya terkait dengan trypola hubungan sebagai sebuah pengembangan dari konsep Tauhid, yakni Hubungan Teologis, Hubungan Antropo-Sosiologis dan Hubungan Kosmologis.
Bab IV :
Pada bab ini penulis akan memperjelas arah dari pembahasan utama tentang Pendidikan berbasis ketauhidan, yang didalamnya mencakup bagaimana nilai ketauhidan dijadikan landasan dalam pendidikan Islam. Didalam bab ini mencakup tentang: Bagaimana Pendidikan Berbasis Ketauhidan Memasuki Relitas Pendidikan Islam, kemudian pada sub pokok bahasan kedua adalah mengenai Implikasi Pendidikan Berbasis Ketauhidan yang didalamnya mencakup tiga implikasi diantaranya yaitu Implikasi pada Visi dan Orientasi Pendidikan Islam Kedua adalah implikasi yang berkaitan dengan tujuan pendidikan Islam (Ultimate goal), dan Ketiga adalah implikasi dari konsep tauhid kepada muatan materi dan metodologi pendidikan.
Dan pada sub pokok bahsan terakhir penulis akan memberikan gambaran bagaimana Trasformasi Nilai Ketauhidan Dalam Ranah Praksis Pendidikan Islam yang didalmnya mencakup tentang model-model pendekatan diantaranya yaitu; pendekatan humanistik religious, rasional kritis, fungsional, dan pendekatan kultural.

Bab V : Kesimpulan, sekaligus penulis memberikan saran-saran bagi penulis selanjutnya berkaitan dengan Pendidikan Berbasis Ketauhidan dan keterkaitannya dengan Pendidikan Islam.